Drs Suprantiyo MM, Kepala Sekolah yang Mengantarkan SMAN 1 Batu Raih Adiwiyata Tingkat Provinsi 2015
By distri
Beberapa karyawan bersama Kepala Sekolah SMAN 1 Suprantiyo sedang bahu membahu memasang panji merah putih di depan sekolah, Jumat (7/8) siang kemarin. Kepala sekolah yang akrab disapa Pak Pran itu membantu memasang panji merah putih di tiang untuk kemudian diikat di pagar sekolah.
”Satu minggu lalu baru pulang mengambil piagam Adiwiyata di provinsi. Sekarang sedang mempersiapkan administrasi untuk maju tingkat nasional,” kata Suprantiyo membeber persiapannya mengikuti program Adiwiyata tingkat nasional.
Program Adiwiyata adalah program yang dilakukan sekolah untuk menciptakan kepedulian dan budaya cinta lingkungan. Program ini dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup RI.
Kepala sekolah berusia 56 tahun ini mengutarakan, tahun-tahun sebelumnya, SMAN 1 Batu tidak penah mengikuti program Adiwiyata.
Namun dalam kesehariannya, civitas akademika sudah dibiasakan menerapkan kegiatan peduli lingkungan. Hal itu dibuktikan dengan adanya ruang hijau atau taman dengan komposisi 40 persen dari total luas lahan sekolah. Enam puluh persennya adalah ruang kelas, kantor serta lapangan basket dan parkiran.
Selain itu sebelumnya para siswa diwajibkan untuk membawa tanaman bunga dari rumah untuk ditanam di sekolah. Berbagai tanaman dibawa siswa mulai bunga Anthurium, tanaman buah sawo dan jambu.
”Bunga Anthurium yang sekarang besar-besar itu hasil dari partisipasi peserta didik yang sudah lulus. Bukan kami tanam dalam kondisi sudah besar seperti ini,” kata Suprantiyo yang menjadi kasek SMAN 1 Batu sejak 2006 ini sambil menunjukkan bunga Anthurium di area sekolah.
Tanaman yang ada di sekolah pun tampak terpelihara dan nyaris tidak ada yang rusak. Sebab sejak 2006, sudah ada aturan bahwa siswa yang merusak tanaman akan mendapatkan hukuman.
Dia mengatakan ada poin pelanggaran yang masuk di buku tata tertib. Bila seorang siswa merusak tanaman dan tanaman itu akhirnya mati, harus mengganti dengan yang baru. ”Dahulu ada siswa yang merusak bunga beserta potnya, siswa itu harus mengganti,” kata pejabat dengan dua anak ini.
Dia mengatakan, saat ini ada pohon mangga di depan sekolah yang sedang berbuah matang. Namun siswa nyaris tidak ada yang mengambil tanpa izin buah mangga itu. Menurutnya itu karena siswa muncul kesadaran yang dipupuk bertahun-tahun lamanya.
Bapak lulusan IKIP Malang (sekarang Universitas Negeri Malang) tahun 1986 ini mengaku untuk menyadarkan civitas akademika SMAN 1 agar peduli lingkungan tidaklah mudah.
Tetapi agar sebuah komunitas bisa sadar dan cinta lingkungan, harus dimulai dengan mengubah sikap dan perilaku terlebih dahulu. Bukan mengedepankan pembangunan fisik.
”Kalau hanya membangun taman yang hijau dalam waktu singkat, itu bisa saja dilakukan. Namun untuk mengubah sikap peduli lingkungan, dibutuhkan waktu bertahun-tahun,” ujar Suprantiyo.
Pada 2015 ini, sekolahnya ditunjuk oleh Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Batu untuk maju dalam penilaian adiwiyata tingkat Provinsi Jatim yang berlangsung April 2015 lalu.
Dengan mengikuti penilaian Adiwiyata tingkat provinsi, Suprantiyo menegaskan pihaknya tak hanya mengandalkan tata tertib dalam menciptakan kesadaran lingkungan.
Dia dan tim harus memasukkan kurikulum lingkungan di setiap mata pelajaran. Misalnya dalam pelajaran Bahasa Indonesia, harus ada satu tema yang mengangkat lingkungan. Bentuknya bisa tulisan atau tugas.
”Sebelum ikut penilaian Adiwiyata Jatim, kami belum menyisipkan materi lingkungan di setiap pelajaran. Sekarang harus ada di mata pelajaran,” kata suami dari Mahayanik ini.
Sedangkan di pelajaran Biologi, guru mengajak siswa berkreasi membuat sesuatu dari bahan bekas atau yang ramah lingkungan. Kegiatan itu diberi nama karya ilmiah. Salah satu karya yang memikat juri penilaian Adiwiyata Provinsi Jatim adalah teh dari kulit apel.
Tim juri terkesan dengan teh kulit apel karena sempat minum teh kulit apel yang disuguhkan tim SMAN 1 Batu.
Suprantiyo menjelaskan, teh dari kulit apel dibuat siswa dengan cara yang sangat sederhana. Kulit apel hanya dijemur di terik matahari atau dengan pengeringan oven. Kalau sudah kering, tinggal diseduh dengan air panas. Rasanya pun nyaris sama dengan teh dari daun teh asli.
Teh dari kulit apel itu menurutnya sudah lama dibuat oleh siswa. Bahkan siswa yang mempunyai ide tersebut sudah lulus dari SMAN 1 Batu. Saat ini kegiatan membuat teh dari kulit apel diteruskan oleh adik tingkatnya.
Tidak hanya kulit apel yang dimanfaatkan, sampah plastik yang tidak boleh dibakar atau sulit dihancurkan juga dikreasi menjadi berbagai produk.
Siswa juga diberi edukasi dan praktek langsung membuat pupuk kompos. Sampah yang terkumpul tidak dibuang begitu saja, namun diolah sedemikian rupa menjadi kompos. Sedangkan untuk sampah plastik dan kertas bisa langsung dijual setelah dikumpulkan terlebih dahulu. Sampah anorganik itu dikirim ke bank Sampah eLHa milih KLH Kota Batu.
Sekolah SMA favorit di Kota Batu ini juga mempunyai kader lingkungan. Mereka bertugas untuk memberi tahu kepada pada siswa lainnya agar peduli lingkungan. Mereka pun juga turut menjadi duta untuk mengenalkan lingkungan SMAN 1 Batu yang asri dan sejuk kepada masyarakat luar.
Suprantiyo menilai, semua sekolah SMA di Kota Batu harusnya mengikuti program Adiwiyata. Sehingga siswa sekolah punya kesadaran lingkungan sehingga bisa menjaga Kota Batu sebagai kota kelahiran yang tetap mempunyai udara dan lingkungan yang asri. (*/yos) Sumber : RADAR BATU